Jumat, 05 November 2010

Pengertian dan Tatacara Ghonimah, salab dan Fa'i

FA'I
fa'i adalah segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin tanpa peperangan. Seperti yang pernah terjadi pada Bani Nadhir, atau orang-orang kafir melarikan diri karena takut terhadap kaum muslimin, dengan meninggalkan rumah dan harta mereka, sehingga harta tersebut dikuasai oleh kaum muslimin, atau orang-orang kafir takut dan melakukan perdamaian dengan kaum muslimin serta menyerahkan sebagian dari harta dan tanah mereka, seperti terjadi pada penduduk Fidak. Harta fa'i ini menjadi milik Rasulullah saw; sebagian dibelanjakan beliau untuk keperluan keluarganya selama setahun; sisanya dijadikan oleh beliau untuk keperluan amunisi dan penyediaan senjata perang. Setelah beliau wafat, Abu Bakar dan Umar melakukan hal yang sama.

Imam An Nawawi membagi sumber dari harta fa’I ada dua macam yaitu :
1. Fa’I yang diambil dari harta orang-orang kafir dikarenakan adanya ekspansi terhadap mereka dan mereka kabur dan takut dari kaum muslimin. Maka harta ini harus dibagi-bagi menjadi seperlima sebagaimana harta ghonimah. [Al majmu’ syarh muhaddab jid. 21, hal. 172]

2. Fa’I yang diambil dari orang-orang kafir tanpa ada rasa takut. Ini meliputi :
a) Harta jizyah yaitu pungutan yang diambil dari ahlu dzimah pada akhir tahun yang negerinya ditaklukan melalui perang.
b) Harta pajak hasil kompensasi perdamaian
c) Khoroj (pajak bumi) yaitu pungutan yang dikenakan pada tanah-tanah yang dikuasai oleh kaum muslimin.
d) Harta ahli dzimah yang mati dan ia tidak mempunyai ahli waris.
e) Harta orang murtad dari islam apabila ia terbunuh atau mati.


Kapankah harta rampasan bisa bernilai fa’i…??

1. Fa’I yang diambil dari orang kafir dengan cara pengadaan ekspansi,
maka fa’I bisa didapatkan apabila:
a. Musuh jelas.
Tidak ada syubhat tentang status musuh, apakah ia kafir musta’man, dzimi, ataukah mu’ahad, yaitu orang-orang kafir yang benar-benar nyata bagi kaum muslimin tanpa ada keraguan untuk diperangi, dan sedangkan orang kafir yang nyata harus diperangi adalah mereka kafir harbi. [Isti’anah bi ghoiri muslim fil fiqh islamy, hal. 131] Setelah jelas sudah keadaan atau setatus orang kafir tersebut sebagai kafir harbi, maka harta dan nyawanya halal untuk ditumpahkan. [ibid] Sebagaimana yang dilakukan oleh Rosulullah saw di dalam mengirim satuan tempur yang di sebut sariyah untuk menghdang dan merampas harta orang-orang kafir quraisy dengan tujuan untuk memblokade perekonomian mereka. [Rosulullah sang panglima, hal. 79]

b. Di Darul harbi.
Syarat dibolehkannya merampas dan mengambil harta orang kafir untuk dijadikan ghonimah atau fa’I haruslah di darul harbi. Di dalam kitab al wajiz syarhul wajiz di sana dinyatakan; bahwasanya apabila ada salah seorang masuk ke negeri harbi secara sembunyi-sembunyi dan mengambil harta dengan mencuri maka itu adalah menjadi milik bagi siapa yang mengambilnya tersebut secara khusus. Di sana juga dinukilkan dari kitab tahdzib bahwasanya; apabila ada satu orang masuk ke negeri harbi dan mengambil harta mereka dengan melalui perang maka ia jadi ghonimah dan diambil darinya seperlimanya dan sisanya untuknya, dan apabila ia mengambilnya dengan cara sembunyi-sembunyi kemudian dia lari maka ia jadi miliknya secara khusus tidak diambil darinya seperlima. Ini bentuk dari aksi pencurian karena mengambil harta orang kafir dengan cara sembunyi-sembunyi. [Al’aziz syarhul wajiz, hal.420]

Dari abu ishaq berkata; bahwasanya harta dari hasil muhtalis (mengambilnya secara sembunyi-sembunyi) menjadi fa’I karena ia diambil tanpa melalui peperangan. [ibid]

c. Ketika jihad sudah dikumandangkan.
Sebelum ekspansi dilaksanakan maka diwajibkan terlebih dahulu untuk menyeru orang-orang kafir untuk masuk agama islam, kalau mereka mau memenuhi seruan islam maka darah dan harta mereka terlindungi. Jika mereka tidak mau memenuhi seruan islam maka serulah untuk membayar jizyah dan apabila mereka tidak mau memenuhi seruan ini maka kumandangkanlah jihad untuk memerangi mereka. Sebagaimana sabda Rosulullah :

“Apabila kalian mengepung penduduk suatu daerah atau benteng maka serulah mereka terlebih dahulu untuk masuk islam, dan apabila mereka mau bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang berhaq untuk disembah kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah maka hak bagi mereka sebagaimana untuk kalian dan apa yang diwajibkan kepada mereka sebagaimana diwajibkannya kepada kalian. Dan apabila mereka menolak untuk masuk islam maka serulah mereka untuk membayar jizyah yang dibayarkan oleh mereka dengan hina dan mereka adalah orang yang kecil. Dan apabila mereka menolak untuk membayar jizyah maka perangilah mereka sampai Allah swt memberikan keputusanNya diantara kalian, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi keputusan.” [Hadist shohih HR. Muslim ]

d. Orang-orang kafir menjaga hartanya kemudian kabur setelah mengetahui kedatangan pasukan kaum muslimin.
Sesuai dengan definisi bahwasanya apabila ada satuan tempur kaum muslimin menyerbu suatu wilayah orang-orang kafir dan orang-orang kafir tersebut mengetahui akan kedatangan pasukan kaum muslimin kemudian mereka kabur atau melarikan diri dan meninggalkan harta-harta mereka, kemudian pasukan kaum muslimin tersebut mengambil dan membawa harta tersebut maka harta tersebut telah menjadi fa’I bagi kaum muslimin.

2. Fa’I yang diambil dari orang kafir tanpa adanya ekspansi.
Seperti jizyah, khoroj dan lain sebagainya, maka harta fa’I jenis ini bisa diperoleh apabila telah tegak daulah atau pemerintahan islamiyah yang dipimpin oleh seorang kholifah. Karena dengan adanya daulah islamiyah akan memunculkan hukum tentang kafir dzimi, khoroj, jizyah dan lain sebagainya.

Hukum Merampok Kepentingan Umum Yang Pemiliknya Campur Antara Muslim dan Kafir.
Setelah kita membahas dan mendudukan hukum antara keduanya maka jelaslah sudah bahwa aksi perampokan yang dilakukan di negeri yang notabenenya adalah negeri yang aman, yang tidak terjadi peperangan di dalamnya dan bukan pula di negeri harbi adalah tidak diperbolehkan karena bisa menjerumuskan pelakunya ke dalam dosa besar.

Kalaulah harta yang dihasilkan dari perampokan tersebut dianggap sebagai harta fa’I, maka hendaknya harus memenuhi syarat-syarat dan tata cara bagaimana pengambilan harta fa’I yang sesuai dengan syar’i. Apabila syarat dan tata cara pengambilan fa’I tersebut tidak bisa dipenuhi, maka hukum perampokan terhadap bank, pasar-pasar, toko mas dan lain sebagainya adalah haram, apalagi mereka para pelaku perampok melakukan aksinya di tempat yang digunakan untuk kepentingan umum yang mana di dalamnya terdapat kaum muslimin.

Jika seandainya hukum merampas harta orang kafir diperbolehkan di zaman kita ini, karena terlepasnya mereka dari syarat-syarat terlindunginya harta dan jiwa mereka, lantas bagaimana…?

Maka dalam hal ini Syaikh Abu basyir menyatakan; apabila merampas harta orang kafier akan menimbulkan mafsadat ‘amah bagi islam dan kaum muslimin, maka perampasan sepaerti itu menjadi haram karena akan mengakibatkan kerusakan dan madhorot yang lebih besar, walaupun pada aslinya itu diperbolehkan. [Istihlalu amwalil kufar, hal. 47]

Karena pada dasarnya syari'at islam datang untuk menolak madhorot dan mafsadat (kerusakan), dan itu lebih didahulukan dari pada untuk menimbulkan suatu kemaslahatan. Sebagagaiman qoidah usul fiqh :

“Mencegah bahaya lebih diutamakan daripada menimbulkan maslahat” [Sharhu quwaid fiqhiyah, hal. 205]

Dan jika ada dua mafsadat bertemu dalam satu keadaan maka haruslah diambil salah satunya mana yang lebih ringan mafsadatnya di antara ke duanya. [Istihlalu amwalil kufar, hal. 46]

GHANIMAH
Yang dimaksud dengan anfal tiada lain adalah ghanimah (QS Al Anfal: 1). Ibnu Abbas dan Mujahid berpendapat bahwa anfal adalah ghanimah, yakni segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin melalui perang penaklukan. Pihak yang berwenang mendistribusikan ghanimah adalah Rasulullah saw dan para khalifah setelah beliau. Rasulullah saw telah membagikan ghanimah Bani Nadhir kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada Anshar, kecuali Sahal bin Hanif dan Abu Dujanah, karena keduanya fakir. Rasulullah saw juga memberikan ghanimah kepada muallaf pada perang Hunain dalam jumlah yang besar. Hal tersebut juga terjadi pada kurun Khulafaur Rasyidin. Khalifah berhak membagikan ghanimah kepada pasukan perang, ia juga dapat mengumpulkannya bersama fa'ii, jizyah dan kharaj untuk dibelanjakan demi terwujudnya kemaslahatan kaum muslimin.

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa [615] yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Anfaal (8): 41)

Cara Pembagian Harta Ghonimah Dan Fai
Saya pernah bertanya kepada Syaikh kami, Abdul Qodir (bin Abdul Aziz, pent) tentang masalah ini ketika era Jihad Afghan, bagaimanakah pembagian harta ghonimah antar pasukan Mujahidin yang berhasil mendapatkan ghonimah. Maka beliau menjawab (point a-c):

a. Kaidah utama dalam pembagian ghonimah adalah seperti yang ditetapkan Al-Quran (Untuk Alloh seperlimanya...), caranya: 20 % dari total harta ghonimah diletakkan di Baitul Mal kaum Muslimin. Sedangkan 80% sisanya dibagikan kepada kelompok Mujahidin yang memperoleh ghonimah tersebut.

b. Ketika ada kesepakatan tentang sistem pembagian antara anggota tim pasukan yang berjihad sebelum meraih harta ghonimah, maka kesepakatan itu harus mereka laksanakan dengan adil. Namun, jatah yang disalurkan untuk kepentingan jihad dan kaum Muslimin tidak boleh kurang dari seperlima (20%). Jika mereka rela untuk menambahnya sebelum menjalankan operasi, silahkan mereka memberi tambahan sesuai kesepakatan, karena mungkin untuk memenuhi keperluan tandzim atau pasukan mereka dalam urusan-urusan jihad.

c. Jika tim pasukan beroperasi dengan dukungan kekuatan dari tandzim atau kelompok pasukan lain yang turut mensuplai kebutuhan umum, baik logistik, senjata, survei, informasi dan kebutuhan lainnya, maka semua anggota tandzim terkait diberi jatah dalam jumlah sesuai kesepakatan saling ridho yang dilakukan antar jajaran petinggi tandzim-tandzim tersebut.

d. Pembagian 20% yang diberikan kepada Baitul Mal adalah untuk : 4% imam, 4% fuqarah dan masakin(kaum fakir miskin), 4% mashalihul'l muslimin(untuk kemaslahatan kaum muslimin), 4% ibnu'ssabil, 4% yatama(anak-anak yatim).


SALAB
adalah barang-barang yang didapat dari musuh tampa paksaan.

pembagian salab
salab lebih dikhususkan untuk tentara yang membunuhnya. jika dalam membunuhnya bersama-sama, maka barang itu dibagi bersama-sama

PERBEDAAN GHANIMAH, SALAB, DAN FA'I

Ghanimah adalah harta yang diambil secara paksa daripada kafir harbi, sama ada dalam bentuk harta boleh alih atau harta tidak boleh dialih, sama ada ia diambil ketika peperangan masih berlangsung ataupun ketika memburu musuh yang melarikan diri.

fai' adalah harta yang diambil secara paksa bukan pada waktu peperangan.

Salab ialah harta atau senjata peribadi yang ada pada mayat tentera musuh yang dibunuh.


Pembagian Harta Rampasan
• Ghanimah itu dibagi menjadi dua bagian :
A. 1/5 (20 %) untuk :
1. 4%__ Imam;
2. 4%__ Fuqara dan masakin (=kaum fakir dan kaum miskin)
3. 4%__ Mashalihul'l Muslimin (= untuk kemashlahatan kaum muslimin). Kekuasaan diserahkan pada Imam.
4. 4%__ Ibnu'ssabil (=kaum yang berperang).
5. 4%__ Yatama (=anak yatim).

B. 4/5 (80%) diserahkan bulat sebagai bagian Tentara yang ikut bertempur.

• Fa'I itu dibagi menjadi dua bagian :
A. 1/5 (20%)
1. 4%__Imam
2. 4%__Mushalihu'l-Muslimin (=untuk kemaslahatan kaum muslimin) Kekuasaan diserahkan kepada Imam.
3. 4%__ Fuqara wa'l-masakin (=kaum fakir dan kaum miskin).
4. 4%__ Ibnu'sabil (=mereka yang berperang).
5. 4%__ Yatama (=anak-anak yatim)

B. 4/5 (80%): Diberikan bulat kepada keuangan negara untuk Mashalihu'l-Muslimin (=kemaslahatan kaum Muslimin).